”AYAT-AYAT KITAB SI SHU DAN WU JING”

Mengzi berkata, “Dari Raja Yao dan Shun hingga Tang 500 Tahun lebih. Yu dan Gao Tao bergaul dan melihat kebijaksanaannya, sedangkan Tang hanya mendengar tentangnya dan kebijaksanaannya. Mengzi VIIB:38:1 – Jin Xin

Dari Tang hingga Raja Wen 500 tahun lebih. Yi Yin dan Lai Zhu bergaul dan melihat kebijaksanaannya, sedangkan Raja Wen hanya mendengar tentangnya dan kebijaksanaannya. Mengzi VIIB:38:2 – Jin Xin

Dari Raja Wen hingga Kong Zi 500 tahun lebih. Raja Tai Gong dan San Yi Sheng bergaul dan melihat kebijaksanaannya, sedangkan Kong Zi hanya mendengar tentangnya dan kebijaksanaannya. Mengzi VIIB:38:3 – Jin Xin

Dari Kong Zi hingga sekarang, baru 100 tahun lebih. Nampak jelas, Sang Nabi belum terlalu lama meninggalkan kita, tempat tinggalnya pun sangat dekat. Benar, tidak ada penerusnya. Benarkah tidak ada penerusnya? Mengzi VIIB:38:4 – Jin Xin

Ayat-ayat tersebut di atas menjelaskan tentang para Nabi besar Tiongkok kuno, nampak jelas bahwa jabatan nabi tidak diwariskan kepada keturunannya, hal itu berarti kelangsungan agama Khonghucu tidak tergantung pada keturunan para nabi dan raja suci.

”AYAT-AYAT KITAB SI SHU DAN WU JING”
Kongzi berkata, “Hanya meneruskan, tidak menciptakan, sungguh mempercayai ajaran-ajaran kuno, diam-diam membandingkan diriku dengan Laopeng. Lun Yu VII:1 – Sut Ji

Kongzi berkata, “Jangan menyembah gui (arwah orang mati), itu menjilat. Mengetahui kebenaran namun tidak melakukannya, itu tidak ksatria. Lun Yu II:24:1-2

Kwi-lo bertanya, bagaimana berhubungan dengan arwah dan roh (gui shen)? Kongzi berkata, Sebelum bisa berhubungan dengan sesama manusia, bagaimana bisa berhubungan dengan arwah orang mati (gui)?” Memberanikan diri bertanya, bagaimana dengan kematian? Nabi bersabda, “Sebelum mengerti hidup, bagaimana mengerti mati?” Lun Yu 11:12:1-2

Kitab Si Shu dan Wu Jing memang tidak membahas tentang keberadaan surga dan neraka serta keberadaan roh-roh jahat dan dosa turunan atau dosa asal. Namun jelas sekali bahwa kedua kitab suci tersebut dengan jelas dan tegas mengajarkan tentang keberadaan Tuhan dan kehidupan kekal. Semoga ayat-ayat berikut di bawah ini akan memberi informasi yang lebih jelas lagi tentang agama Khonghucu.

Zaiwo berkata, “Aku sudah mendengar yang dinamakan Gui dan Shen, namun tidak mengerti apa yang dimaksudkan.” Nabi Kongzi bersabda, “Jiwa (Qi) adalah perwujudan shen sedangkan nyawa (Po) adalah perwujudan Gui. Perpaduan Gui dan Shen adalah ajaran tertinggi agama. Semua makluk hidup pasti mati, yang mati pasti kembali menjadi tanah, inilah yang disebut Gui. Tulang dan daging akan membusuk di bawah tanah, yang bersifat Yin akan musnah di muka bumi, akan tetapi jiwa (Qi), keluar dari tubuh, melayang ke atas, gemerlap diiringi asap dupa (hio) wangi dan perasaan duka yang mendalam. Inilah intisari kehidupan beratus wujud yang merupakan perwujudan Shen. Karena beratus wujud memiliki intisari kehidupan inilah, maka perasaan duka cita memuncak pada saat perkabungan bagi orang tua. Pengertian tentang kodrat Gui dan Shen inilah yang dipercayai oleh kaum berambut hitam, membuat beratus suku bangsa menaruh hormat dan berlaksa warga negara patuh. Li Ji XXI:II:1 – Ji Yi

Kongzi menemui Nanzi, Zilu tidak suka hal itu. Kongzi lalu bersumpah, katanya, “Jika aku berbuat dosa, maka Tian akan menghukumku! Tian akan menghukumku!” Lun Yu 6:28

Ayat-ayat di bawah ini akan menceritakan kisah penciptaan alam semesta dan sistem kasta alam semesta agama Khonghucu. Di samping itu, ayat-ayat di bawah ini juga akan memberi informasi mengenai Tuhan yang disembah dan tata ibadah bangsa Tiongkok kuno. Selain itu, apabila anda membacanya dengan teliti dan tanpa prasangka, maka anda akan memahami bahwa kitab suci agama Khonghucu dengan jelas dan tegas menentang penyembahan arwah orang mati, namun menuntut dilakukannya penghormatan dan pengenangan akan para leluhur yang berjasa kepada umat manusia. Semoga informasi yang sedikit ini dapat memicu keingintahuan anda untuk mempelajari agama Khonghucu dan agama Tiongkok kuno lebih teliti sebelum menghakiminya sebagai agama penyembah berhala dan penyembah arwah leluhur.

Sesungguhnya manusia adalah kebajikan dari Tian dan Di . Unsur Yin (negatif) dan Yang (positif) saling menjalin, Gui dan Shen saling menyatu, Lima unsur (Wu xing). dan roh (qi) saling membuahi. Li Ji VII:III:1 – Li Yun

Sungguhnya manusia adalah hati Tian dan Di dalam wujud lima unsur (Wu xing). Merasakan berbagai makanan, menikmati berbagai nada dan berpakaian berbagai warna seumur hidupnya. Li Ji VII:3:7 – Li Yun

Tian dan Di berpadu, maka yang sulung dari berlaksa wujud jadi. Laki-laki dan wanita bersetubuh sesuai kesusilaan, maka darinya berlaksa generasi bermula. Li Ji IX:III:7 – Jiao Te sheng

Para Raja yang telah mendahului kuatir Li tidak dipahami sampai ke bawah. Maka dipersembahkan korban kepada Di di altar Jiao untuk menyatakan kemuliaan Tian. Dilakukan sembahyang She di seluruh negeri, untuk mensyukuri berkat Di (Di Li). Dilakukan sembahyang di Kuil leluhur (Zu Miao), untuk mendapatkan akar cinta kasih (ben ren). Dilakukan sembahyang di altar Gunung dan Sungai (Shan Chuan) untuk membina hubungan (bin)dengan Gui Shen. Dilakukan sembahyang di lima altar keluarga (Wu Shi), untuk mendapatkan akar hubungan keluarga (ben shi). Ada pen-doa (Zong Zhu) di kuil leluhur, ada tiga Pangeran (San Gong) di istana, ada tiga tetua (San Lao) di sekolah. Di depan Raja ada peramal, di belakangnya pencatat sejarah. Pengkaji (batok kura-kura dan rumput shi) dan pemusik buta ada di sebelah kiri dan kanannya. Raja ada di tengah-tengah. Sebagai hati yang tidak melakukan apa-apa kecuali menjaga semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Li Ji VII:IV:2 – Li Yun

Terlaksananya Li (kesusilan) di altar Jiao maka beratus malaikat (Bai Shen) menjalankan tugasnya. Tujuan Li di altar She adalah agar beratus barang berlimpah. Tujuan Li di kuil leluhur (Zu Miao) adalah agar prilaku berbakti dan cinta kasih berkembang di mana-mana. Tujuan Li di lima kuil (Wu Shi) adalah agar hukum ditaati. Sembahyang di altar Jiao, She, Zu Miao, Shan chuan, Wu shi adalah cara untuk mengajarkan kebenaran (yi)yang dibungkus dalam Li. Li Ji VII:IV:3 – Li Yun

Di altar Jiao dikorbankan seekor anak lembu khusus (Te Sheng) sedangkan di altar She Ji disajikan tiga ekor hewan korban (Da Lao). Ketika Tianzi mengunjungi rajamuda, ia dijamu dengan seekor anak lembu. Ketika rajamuda mengunjungi Tianzi, Tianzi sesuai kesusilaan menghadiahkan Da Lao. Hal ini untuk memuliakan ketulusan iman dalam kebenaran. Tianzi tidak makan binatang hamil juga tidak menggunakannya untuk korban kepada Di. Li Ji IX:I:1- Jiao Te Sheng

Altar She adalah jalan Suci Shen Di. Di mewujudkan berlaksa ada, Tian mengajukan berbagai peta. Di melimpahkan berkat, Tian memberikan hukum. Maka dimuliakanlah Tian dan dikasihilah Di. Itu sebabnya diajarkan kepada rakyat untuk mengucap syukur kepada yang menjadi pokok (sumber), kepala keluarga melakukannya di halaman rumahnya, kepala negara melakukannya di altar She. Ketika dilakukan sembahyang di altar She, setiap orang keluar dari kampungnya. Ketika membangun altar She, semua penduduk negara ikut ambil bagian. Demi altar She yang ada di kampung maupun di kota, semua orang menyumbangkan beras dalam mangkok. Begitulah cara bersyukur kepada yang pokok, mengembalikan kepada yang mula. Li Ji IX:I:21 – Jiao Te Sheng

Kongzi berkata, “Memperlakukan orang mati sebagai bangkai, itu tidak manusiawi, karena itu, jangan dilakukan. Memperlakukan orang mati sebagai orang hidup, itu tidak bijaksana, karena itu jangan dilakukan. Dikatakan, Bambu tidak dianyam dengan sempurna, keramik tidak dibakar hingga matang, kayu tidak dipotong dengan sempurna. Kecapi dan biolanya bersenar, namun nadanya rancu. Serulingnya dibuat secara lengkap tetapi suaranya tidak harmonis. Lonceng dan batu musik dibuat tanpa rak dan kuda-kuda. Semua itu disebut barang rohani (Ming Qi) untuk melayani makluk roh (Shen Ming). Li Ji IIA:III:3 – Tan Gong Shang

Zhongxian berkata kepada Cengzi, “Dinasti Xia menggunakan barang rohani (mingqi); Hal ini untuk menunjukan kepada rakyat bahwa arwah orang mati (Zhi) itu tidak ada. Orang-orang dinasti Yin menggunakan perlengkapan sembahyang (jiqi); Hal ini untuk menunjukan kepada rakyat bahwa arwah orang mati itu ada. Orang-orang dinasti Zhou menggunakan keduanya (mingqi dan jiqi), hal ini untuk menunjukan kepada rakyat keraguan mereka akan keberadaan arwah orang mati.” Cengzi berkata, “Bukan itu maksudnya! Bukan itu maksudnya! Barang rohani (mingqi) adalah peralatan untuk arwah (gui), perlengkapan sembahyang (jiqi) adalah peralatan untuk orang hidup, orang-orang kuno menggunakan keduanya untuk mengungkapkan cinta persaudaraan (qin hu).” Li Ji IIA:III:6 – Tan Gong Shang

Kongzi mengatakan bahwa orang yang mengajarkan penggunaan barang rohani (mingqi) adalah orang yang benar-benar memahami jalan suci perkabungan. Barang-barang tersebut nampak asli, namun tidak dapat digunakan. Ah..! Menggunakan barang-barang asli bagi orang mati, hal itu dapat mendorong orang untuk menguburkan orang hidup. Li Ji IIB:I:44 – Tan Gong Xia

Raja suci (sheng Wang) menentukan tata cara memuliakan dan memberi persembahan. Yang berhasil menegakkan hukum di antara masyarakat, dimuliakan. Yang gugur dalam melaksanakan tugas negara, dimuliakan. Yang memberikan sumbangsih besar dalam mendirikan negara, dimuliakan. Yang berhasil meningkatkan kemakmuran negara, dimuliakan. Yang berhasil memadamkan ancamam terhadap negara, dimuliakan. Dikisahkan bahwa kaum Li Shan memimpin kolong langit ini karena Nong (Shen Nong) mampu membudidayakan beratus biji-bijian. Ketika dinasti Xia jatuh maka dinasti Zhou tidak melanjutkannya, sebelumnya dia dimuliakan dengan gelar Ji (Dewa pertanian). Kaum Gong gong memimpin sembilan negara. Namanya Hou Tu , karena kemampuannya mempersatukan kesembilan negara untuk hidup damai, dimuliakan dengan gelar She (Dewa Bumi). Di Ku mampu memetakan rasi bintang dan mengajar rakyat untuk memanfaatkannya. Yao mampu menghakimi sesuai hukum dengan adil spanjang hidupnya. Shun sekuat tenaga meningkatkan kemakmuran rakyat hingga meninggal di hutan. Gun gagal menangani bencana banjir lalu dihukum penjara hingga mati. Yu mampu memperbaiki kinerja Gun dan menyelesaikan tugasnya dengan baik. Huang Di menciptakan beratus peralatan untuk meningkatkan kemakmuran rakyat. Zhuan Xu mampu menyelesaikan semua tugas-tugasnya. Qi sebagai menteri pendidikan mampu mendidik masyarakat. Ming bekerja keras sebagai menteri pekerjaan umum mati tenggelam karena air bah. Tang memimpin rakyat untuk menjatuhkan raja lalim. Raja Wen memerintah dengan bijaksana. Raja Wu memenangkan perang dan membebaskan rakyat dari penindasan. Mereka semua sangat berjasa kepada rakyat, ibarat matahari, bulan dan bintang kejora, itu sebabnya rakyat sangat menghormati mereka. Gunung, hutan, sungai, lembah, bukit dan pegunungan adalah tempat manusia mendapatkan segala kebutuhannya. Bagi mereka yang tidak tergolong di dalamnya tidak dimuliakan dan tidak diberi persembahan. Li Ji XX:9 – Ji Fa

Hukum sembahyang. ketika melaksanakan sembahyang Di, kaum You Yu (Raja Shun) menyertakan Raja Huang Di. Ketika melaksanakan sembahyang Jiao?menyertakan Raja Ku, Raja Zhuan Zu sebagai leluhur kerajaan dan Raja Yao sebagai Raja teladan. Ketika melakukan sembahyang Di, raja-raja dinasti Xia juga menyertakan Raja Huang Di. Ketika melaksanakan sembahyang Jiao menyertakan Gun (ayah Raja Yu), raja Zhuan Zu sebagai leluhur kerajaan dan raja Yu sebagai raja teladan. Ketika melaksanakan sembahyang Di, orang-orang dinasti Yin (Shang) menyertakan raja Ku. Ketika melaksanakan sembahyang Jiao menyertakan menteri Ming, menteri Qi (Menteri pendidikan Raja Yao) sebagai leluhur kerajaan dan raja Tang sebagai raja teladan. Ketika melaksanakan sembahyang Di ?, orang-orang dinasti Zhou menyertakan raja Ku. Ketika melaksanakan sembahyang Jiao menyertakan menteri Ji (menteri pertanian raja Yao), raja Wen sebagai leluhur kerajaan dan raja Wu Wang sebagai raja teladan. Li Ji XX:1 – Ji fa

Ayat-ayat tersebut di atas terdapat dalam kitab Si Shu dan Wu Jing. Saya bukan pemeluk agama Khonghucu sehingga merasa tidak berhak untuk melakukan apologetika (membela dan mengajarkan ajaran yang benar) atas ajaran agama Khonghucu, namun naluri li (kesusilaan) dan yi (keadilan) saya tergelitik mendapati begitu banyaknya orang Kristen yang menghakimi agama Khonghucu, bahkan mengolok-olok tata ibadahnya.

Sebagai seorang Tionghua Kristen, saya merasa memiliki sedikit kemampuan untuk mempelajari kitab Si Shu dan Wu Jing dan menerjemahkan sebagian ayatnya bagi para pembaca dengan harapan hal itu akan memicu naluri li (kesusilaan), yi (keadilan) dan zhi (hikmat) anda untuk mempelajari kitab-kita tersebut dengan lebih teliti lagi sehingga kita dapat mengembangkan naluri ren (cintakasih) sebagai sesama manusia.